Translate

Kamis, 08 Juni 2017

Etika dan Profesionalisme TSI# (Pertemuan 3)


1. Perbandingan Cyber Law, Computer Crime Act (Malaysia), Council of Europe Convention on Cyber Crime

A. CYBER LAW
Cyber Law merupakan suatu peraturan hukum yang digunakan di dunia maya. Cyber Law ini diasosiasikan dengan media internet yang merupakan aspek hukum dengan ruang lingkup yang di setiap aspeknya berhubungan dengan manusia atau subyek hukum dengan menggunakan atau memanfaatkan teknologi internet, misalnya aspek komunikatif, transaksional, dan distributif, dari teknologi serta perangkat informasi yang terhubung ke dalam sebuah jaringan.

Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik.

Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya. Dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HAKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi.

Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia.

Di dalam karyanya yang berjudul Code and Other Laws of Cyberspace, Lawrence Lessig mendeskripsikan empat mode utama regulasi internet, yaitu :
1. Law (Hukum)
2. Architecture (Arsitektur)
3. Norms (Norma)
4. Market (Pasar)

Secara garis besar ruang lingkup ”cyber law” ini berkaitan dengan persoalan-persoalan atau aspek hukum dari E-Commerce, Trademark/Domain Names, Privacy and Security on the Internet, Copyright, Defamation, Content Regulation, Disptle Settlement, dan sebagainya.
1. Electronic Commerce
2. Copy Right
3. Dispute Settlement
4. Domain Name


B. COMPUTER CRIME ACT (MALAYSIA)
Cybercrime merupakan suatu kegiatan yang dapat dihukum karena telah menggunakan komputer dalam jaringan Internet yang merugikan dan menimbulkan kerusakan pada jaringan komputer Internet, yaitu merusak properti, masuk tanpa izin, pencurian hak milik intelektual, pornografi, pemalsuan data, pencurian, pengelapan dana masyarakat. Untuk itulah dibentuk suatu undang-undang yang mengatur tentang kriminalitas kejahatan komputer.

Computer Crime Act (Malaysia) merupakan suatu peraturan Undang – undang yang memberikan pelanggaran – pelanggaran yang berkaitan dengan penyalah gunaan komputer, undang – undang ini berlaku pada tahun 1997. Computer crime berkaitan dengan pemakaian komputer secara illegal oleh pemakai yang bersifat tidak sah, baik untuk kesenangan atau untuk maksud mencari keuntungan.

Lima cyberlaws telah berlaku pada tahun 1997 tercatat di kronologis ketertiban. Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.

Computer Crimes Act 1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran yang berbeda komitmen. Para Cyberlaw berikutnya yang berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.

Departemen Energi, Komunikasi dan Multimedia sedang dalam proses penyusunan baru undang-undang tentang Perlindungan Data Pribadi untuk mengatur pengumpulan, kepemilikan, pengolahan dan penggunaan data pribadi oleh organisasi apapun untuk memberikan perlindungan untuk data pribadi seseorang dan dengan demikian melindungi hak-hak privasinya. Ini to-be-undang yang berlaku didasarkan pada sembilan prinsip-prinsip perlindungan data yaitu :
- Cara pengumpulan data pribadi.
- Tujuan pengumpulan data pribadi.
- Penggunaan data pribadi.
- Pengungkapan data pribadi.
- Akurasi dari data pribadi.
- Jangka waktu penyimpanan data pribadi.
- Akses ke dan koreksi data pribadi.
- Keamanan data pribadi.
- Informasi yang tersedia secara umum.


C. COUNCIL OF EUROPE CONVENTION ON CYBER CRIME
Council of Europe Convention on Cyber crime merupakan suatu organisasi international dengan fungsi untuk melindungi manusia dari kejahatan dunia maya dengan aturan dan sekaligus meningkatkan kerjasama internasional. 38 Negara, termasuk Amerika Serikat tergabung dalam organisasi international ini. Tujuan dari organisasi ini adalah memerangi cybercrime, meningkatkan investigasi kemampuan.
Saat ini berbagai upaya telah dipersiapkan untuk memerangi cybercrime. The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, di mana pada tahun 1986 OECD telah mempublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime: Analysis of Legal Policy.

Tujuan utama dari Council of Europe Convention on Cyber Crime adalah untuk membuat kebijakan “penjahat biasa” untuk lebih memerangi kejahatan yang berkaitan dengan komputer seluruh dunia melalui harmonisasi legislasi nasional, meningkatkan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, dan meningkatkan kerjasama internasional. Untuk tujuan ini, Konvensi ini mengharuskan penandatangan untuk :

1. Menetapkan pelanggaran dan sanksi pidana berdasarkan undang-undang domestik mereka untuk empat kategori kejahatan yang berkaitan dengan komputer: penipuan dan pemalsuan, pornografi anak, pelanggaran hak cipta, dan pelanggaran keamanan (seperti hacking, intersepsi ilegal data, serta gangguan sistem yang mengkompromi integritas dan ketersediaan jaringan. Penanda tangan juga harus membuat undang-undang menetapkan yurisdiksi atas tindak pidana tersebut dilakukan di atas wilayah mereka, kapal atau pesawat udara terdaftar, atau oleh warga negara mereka di luar negeri.

2. Menetapkan prosedur domestik untuk mendeteksi, investigasi, dan menuntut kejahatan komputer, serta mengumpulkan bukti tindak pidana elektronik apapun. Prosedur tersebut termasuk menjaga kelancaran data yang disimpan dalam komputer dan komunikasi elektronik (“traffic” data), sistem pencarian dan penyitaan, dan intersepsi real-time dari data. Pihak Konvensi harus menjamin kondisi dan pengamanan diperlukan untuk melindungi hak asasi manusia dan prinsip proporsionalitas.

3. Membangun sistem yang cepat dan efektif untuk kerjasama internasional. Konvensi ini menganggap pelanggaran cyber crime dapat diekstradisikan, dan mengizinkan pihak penegak hukum di satu negara untuk mengumpulkan bukti yang berbasis komputer bagi mereka yang lain. Konvensi juga menyerukan untuk membangun 24 jam, jaringan kontak tujuh-hari-seminggu untuk memberikan bantuan langsung dengan penyelidikan lintas-perbatasan.



2. Undang-undang Nomor 19 Tentang Hak Cipta Ketentuan Umum, Lingkup Hak Cipta, Pembatasan Hak Cipta, Perlindungan Hak Cipta, Prosedur Perlindungan HAKI

hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1). Diatur dalam undang-undang Hak Cipta, yaitu undang-undang nomor 19 tahun 2002.

Ketentuan Umum
Hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti, paten yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

Lingkup Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta Diatur Di Dalam Bab 2 Mengenai Lingkup Hak Cipta pasal 2-28 :
1. Ciptaan yang dilindungi (pasal 12)
Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

2. Ciptaan yang tidak ada Hak Cipta (pasal 13)
Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim atau keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

Perlindungan Hak Cipta
Perlindungan hak cipta pada umumnya berarti bahwa penggunaan atau pemakaian dari hasil karya tertentu hanya dapat dilakukan dengan ijin dari pemilik hak tersebut. Kemudian yang dimaksud menggunakan atau memakai di sini adalah mengumumkan memperbanyak ciptaan atau memberikan izin untuk itu.

Pasal 12 ayat 1 :
(1) Dalam Undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup :

a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
c. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
d. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomime.
e. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan. Arsitektur, peta, seni batik.
f. Fotografi dan Sinematografi.
g. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.

(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.

(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.”

Menurut Pasal 1 ayat 8, Yaitu :
Program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk penyiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.

Dan Pasal 2 ayat 2, Yaitu :
Pencipta dan /atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan program komputer (software) memberikan izin atau melarng orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Pembatasan Hak Cipta
Pembatasan mengenai hak cipta diatur dalam pasal 14, 15, 16 (ayat 1-6), 17, dan 18. Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah “kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Prosedur Pendaftaran HAKI
Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta pasal 35 bahwa pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI) yang kini berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HAKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HAKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HAKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Prosedur mengenai pendaftaran HAKI diatur dalam bab 4, pasal 35-44.



3. Undang-undang Nomor 36 Tentang Telekomunikasi : Azaz dan Tujuan Telekomunikasi, Penyelenggaraan Telekomunikasi, Penyidikan, Sanksi Administrasi, dan Ketentuan Pidana.

Pada undang – undang no. 36 Pasal 1 dinyatakan :
  1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya.
  2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
  3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
Undang-undang Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah an, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.
Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi, penquasaan teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Perkembangan teknologi telekomunikasi di tingkat internasional yang diikuti dengan peningkatan penggunaannya sebagai salah satu komoditas perdagangan, yang memiliki nilai komersial tinggi, telah mendorong terjadinya berbagai kesepakatan multilateral. Sebagai negara yang aktif dalam membina hubungan antarnegara atas dasar kepentingan nasional, keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan multilateral menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi dan diikuti. Sejak penandatanganan General Agreement on Trade and Services (GATS) di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 15 April 1994, yang telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, penyelenggaraan telekomunikasi nasional menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perdagangan global.
Sesuai dengan prinsip perdagangan global, yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas dan tidak diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan penyelenggaraan telekomunikasi.

ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.


PENYIDIKAN
Pasal 44
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.

(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi:
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan/atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
c. menghentikan penggunaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang menyimpangdari ketentuan yang berlaku.
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
e. melakukan pemeriksaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
f. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
g. menyegel dan/atau menyita alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
i. mengadakan penghentian penyidikan.

(3) Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.


SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),Pasal 18 ayat (2),pasal19,pasal 21,Pasal 25 ayat (2),Pasal 26 ayat (1),Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat (2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat (1),Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
(1) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.


KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara komunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 55
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 52,atau Pasal 56 dirampas oleh negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal 51,Pasal 52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.



4. Undang-undang tentang informasi dan tranksaksi elektronik (ITE) peraturan lain yang terkait (peraturan bank indonesia tentang internet banking)

Perbankan Elekronik (E-banking) E-banking yang juga dikenal dengan istilah internet banking ini adalah kegiatan yang melakukan transaksi, pembayaran, dan transaksi lainnya melalui internet dengan website milik bank yang dilengkapi sistem keamanan. Dari waktu ke waktu, makin banyak bank yang menyediakan layanan atau jasa internet banking yang diatur melalui Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 Tahun 2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum. Penyelenggaraan internet banking merupakan penerapan atau aplikasi teknologi informasi yang terus berkembang dan dimanfaatkan untuk menjawab keinginan nasabah perbankan yang menginginkan servis cepat, aman, nyaman murah dan tersedia setiap saat (24 jam/hari, 7 hari/minggu) dan dapat diakses dari mana saja baik itu dari HP, Komputer, laptop/ note book, PDA, dan sebagainya.

Penyelenggaraan internet banking yang sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi, dalam kenyataannya pada satu sisi membuat jalannya transaksi perbankan menjadi lebih mudah, akan tetapi di sisi lain membuatnya semakin berisiko. Dengan kenyataan seperti ini, keamanan menjadi faktor yang paling perlu diperhatikan. Bahkan mungkin faktor keamanan ini dapat menjadi salah satu fitur unggulan yang dapat ditonjolkan oleh pihak bank.

Salah satu risiko yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan internet banking adalah internet fraud atau penipuan melalui internet. Dalam internet fraud ini menjadikan pihak bank atau nasabah sebagai korban, yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi, atau seseorang yang memanfaatkan kelengahan pihak bank maupun pihak nasabah. Oleh karena itu, perbankan perlu meningkatkan keamanan internet banking antara lain melalui standarisasi pembuatan aplikasi internet banking, adanya panduan bila terjadi fraud dalam internet banking dan pemberian informasi yang jelas kepada user.

Peranan Bank Indonesia dalam Pencegahan Internet Fraud
Salah satu tugas pokok Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut Bank Indonesia diberikan kewenangan sebagai berikut :

  • Menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip-prinsip kehati-hatian.
  • Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank.
  • Melaksanakan pengawasan bank secara langsung dan tidak langsung.
  • Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
  • Pelaksanaan kewenangan tugas-tugas tersebut di atas ditetapkan secara lebih rinci dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Terkait dengan tugas Bank Indonesia mengatur dan mengawasi bank, salah satu upaya untuk meminimalisasi internet fraud yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah melalui pendekatan aspek regulasi. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah mengeluarkan serangkaian Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia yang harus dipatuhi oleh dunia perbankan antara lain mengenai penerapan manajemen risiko dalam penyelenggaraan kegiatan internet banking dan penerapan prinsip Know Your Customer (KYC).

1. Manajemen risiko dalam penyelenggaraan kegiatan internet banking

2. Adanya pengawasan aktif komisaris dan direksi bank, yang meliputi:
a) Komisaris dan direksi harus melakukan pengawasan yang efektif terhadap risiko yang terkait dengan aktivitas internet banking, termasuk penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk mengelola risiko tersebut.

b) Direksi harus menyetujui dan melakukan kaji ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan bank.

3. Pengendalian pengamanan (security control)

4. Manajemen Risiko Hukum dan Risiko Reputasi

5. Penerapan prinsip Know Your Customer (KYC)
Bank Indonesia melakukan penilaian terhadap pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah/KYC dan Undang- Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dimana penilaian tersebut dilakukan secara kualitatif atas faktor-faktor manajemen risiko penerapan KYC.

6. Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Transparansi Produk Bank

Regulasi lainnya yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia terkait dengan upaya meminimalisir internet fraud adalah regulasi mengenai penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), mengingat APMK merupakan alat atau media yang sering digunakan dalam kejahatan internet fraud. Ketentuan mengenai penyelenggaraan APMK terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/60/DASP, tanggal 30 Desember 2005 tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu.

Adapun pokok-pokok pengaturannya antara lain sebagai berikut :

a). Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) adalah alat pembayaran yang berupa kartu kredit, kartu ATM, kartu debet, kartu prabayar dan atau yang dipersamakan dengan hal tersebut.

b). Bagi bank dan lembaga bukan bank yang merupakan penyelenggara APMK harus menyerahkan bukti penerapan manajemen risiko.

c). Penerbit APMK wajib meningkatkan keamanan APMK untuk meminimalkan tingkat kejahatan terkait dengan APMK dan sekaligus untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap APMK.





Sumber :

https://dedensmds.blogspot.co.id/2014/11/perbandingan-cyber-law-computer-crime_49.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta_di_Indonesia
http://miftakhulfurqon1.blogspot.co.id/2016/05/peraturan-dan-regulasi-uu-no19-tentang.html
http://erwinriof.blogspot.co.id/2017/04/uu-no-36-tentang-telekomunikasi-azas.html
https://id.wikipedia.org/wiki/E-banking
http://anhararieee.blogspot.co.id/2013/05/peraturan-dan-regulasi-ruu-tentang.html



Rabu, 05 April 2017

Isu Mengenai Kode Etik dan Profesionalisme



Hina Pasien saat Bedah, Dokter Didenda 6,7 Miliar Rupiah




Liputan6.com, Fairfax, Virginia Para dokter harus selalu menjaga ucapannya, bahkan saat pasien dalam keadaan dibius. Seorang pria dari Virginia mendapatkan ganti rugi senilai 6,7 miliar rupiah sesuai keputusan pengadilan Fairfax County Court atas hinaan yang diterimanya dari dokter yang mengoperasinya. 
Pria yang hanya diberi inisial D.B. ini menjalani prosedur kolonoskopi pada 18 April 2013 lalu. Sebelum dibedah, ia merekam petunjuk dari para dokter supaya tidak lupa, namun ia malah lupa mematikan alat perekam itu.
Dalam pembicaraan yang terekam secara tidak sengaja itu, ahli anestesi (bius) Dr. Tiffany Ingham, bersama rekan-rekannya terdengar menyebut sang pasien sebagai orang yang menyebalkan dan terbelakang. Mereka juga membuat lelucon tentang sang pasien sebagai seorang penderita penyakit sifilis.
Bukan hanya itu, dalam rekaman juga terdengar ucapan Dr. Tiffany Ingham, “Baru 5 menit bicara denganmu sebelum bedah, aku ingin meninju mukamu dan membuatmu sedikit lebih jantan.”
Yang paling parah, kelompok pembela D.B. mengatakan bahwa rekaman itu juga memperdengarkan sang dokter telah memberikan diagnosis yang salah. Seperti dikatakan Dr. Tiffany Ingham dalam rekaman, “Aku menganggap (ia menderita) hemoroid, walaupun tidak melihatnya dan mungkin tidak akan pernah. Aku menebak saja.”
Akhirnya para juri di pengadilan menjatuhkan hukuman denda senilai 6,7 miliar rupiah karena malpraktek kedokteran dan pencemaran nama baik. Rekaman yang disertakan dalam laporan ini menggunakan bahasa Inggris dan direkam saat sang pasien sudah tidak sadar. Memang lidah tak bertulang. (Alx/hdy)




Komentar :

Dalam kasus ini sangat disayangkan etika dan profesionalisme sang dokter karena dokter tersebut lalai dan melupakan sumpah kedokteran dan aturan-aturan yang berlaku dalam kedokteran. Dokter tersebut tidak mendiagnosa pasien dengan benar dan berbicara tidak sopan, lancang, bahkan menghina dalam berbicara kepada pasien. Dokter seharusnya tidak diperbolehkan berbicara yang tidak sopan bahkan lancang kepada pasien, sekali pun pasien tersebut dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana apabila paling sedikit mengandung 3 unsur, yaitu:
1. melanggar norma hukum pidana tertulis
2. bertentangan dengan hukum
3. berdasarkan suatu kelalaian atau kesalahan besar

Dokter tersebut melanggar kode etik dan profesionalisme dalam kedokteran dan telah mengenai pasal tindak pelanggaran kesopanan (pasal-pasal 290, 294,285, dan 286 KUHP). Jika dokter tersebut bekerja sesuai kode etik yang berlaku dan berpedoman kepada sumpah dokter maka dokter tersebut tidak akan terkena denda atau hukuman.

Kesimpulannya, untuk diri kita sendiri agar lebih berhati-hati dalam berbicara dan bersikap kepada orang lain, siapa pun mereka, derajat mereka, dan bahkan jika mereka tidak sadarkan diri. Karena hanya dari sedikit ucapan tapi merugikan orang lain maka dapat berakibat fatal, entah sakit hati, tindakan yang tidak diinginkan, dan terlebih lagi tuntutan hukum. Bagi para dokter agar lebih meningkatkan profesionalisme dan menjaga pedoman kedokteran yang berlaku agar tidak ada yang dirugikan di masing-masing pihak. Junjunglah tinggi kode etik kedokteran yang berlaku dan lebih hati-hati dalam mendiagnosa pasien.









Sumber :

http://global.liputan6.com/read/2288311/hina-pasien-saat-bedah-dokter-didenda-67-miliar-rupiah

http://www.viedevh.com/2016/01/pelanggaran-etika-kedokteran.html?m=1

Senin, 16 Januari 2017

Telematika di Negara Kamboja


Sebelum tahun 1980’an, Kamboja masih terisolasi dengan perkembangan dan kemajuan dalam komunikasi dan teknologi. Pada Januari 1987, menggunakan stasiun Intersputnik ruang angkasa Soviet mulai beroperasi di Phnom Penh dan membangun hubungan komunikasi dua arah antara ibukota Kamboja dengan beberapa kota seperti Moskow, Hanoi, Vientiane dan Paris. Sejak tahun 1975, untuk pertama kalinya stasiun satelit tersebut akhirnya menyambungkan jaringan telepon dan telex antara Phnom Penh, Hanoi, dan negara-negara lain. 

Negara berpenduduk 15 juta jiwa ini masuk kategori 'bebas sebagian' dalam hal kebebasan internet. Hingga kini baru sebagian warga Kamboja yang mendapat akses ke internet. Sekitar 80% populasi tinggal di wilayah pedesaan, bahkan tanpa akses listrik. Kini tingkat penyebaran internet mulai meningkat tajam. 

Data dari Kementerian Pos dan Komunikasi memperlihatkan penyebaran internet antara 18% hingga 20%. Namun tahun 2012 Phnom Penh menyatakan akan mengadopsi Undang-Undang Kejahatan Cyber untuk mengatur penggunaan internet dan menghentikan penyebaran "informasi palsu." 

Pejuang kebebasan berbicara dan LSM HAM menyerukan kepada pemerintah Kamboja untuk berkonsultasi dengan pakar hukum dan kelompok HAM sebelum memberlakukan undang-undang. Hanoi tidak merespon. RUU ini diperkirakan menjadi undang-undang akhir tahun 2014. 

Saat ini, Kamboja tidak lagi terisolasi. Kemajuan dalam komunikasi telah membantu Kamboja terhubung dengan negara-negara lain. Hubungan komunikasi di Kamboja dapat dilakukan dengan mudah melalui sambungan telepon seluler, internet dan email. Untuk Simcard, tersedia berbagai pilihan service provider yang dapat diperoleh di toko-toko maupun kios penjual handphone, berikut voucher isi ulangnya.

Demikian pula untuk akses wi-fi, secara umum, tempat-tempat publik di Kamboja seperti hotel, restoran dan cafe telah menyediakan free wi-fi access untuk tamu dan pelanggannya dengan kualitas kecepatan transfer data yang tinggi. Kode telepon negara Kamboja adalah 855. 

Beberapa nama stasiun penyiaran radio di Phnom Penh :
• Apsara Radio FM 97
• National Radio Kampuchea
• Phnom Penh Radio FM 103
• menggantung Meas Radio FM 104,5
• Raksmey menggantung Meas Radio FM 95,7000
• Radio FM 105 Beehive
• Radio FM 90,5
• Radio FM 99 

Dan lain-lainnya. 


Nama-Nama Stasiun Penyiaran dan Nama Jaringan Kabel Televisi: 

Apsara Television (TV11) 


• Bayon News Television 

• Cambodian News Channel (CNC) 


• Hang Meas HDTV 

• My TV 




DTV STAR (Digi) 





Stasiun Televisi di Provinsi: 

• Kandal Province - Ditayangkan pada saluran 27, Televisi Bayon hanya channel UHFKamboja. Sebuah perusahaan televisi swasta milik Perdana Menteri Hun Sen, juga mengoperasikan Bayon Radio FM 95 MHz. Didirikan pada Januari 1998.
• Mondulkiri - Didirikan pada tahun 1999, me-relay TVK pada saluran 10.
• Preah Vihear - Didirikan pada tahun 2006, siaran pada saluran 7.
• Ratanakiri - Didirikan pada tahun 1993, me-relay TVK pada saluran 7.
• Siem Reap - Didirikan pada tahun 2002, me-relay TV3 pada saluran 12. 



Internet : Kode negara :Kh
Nama-Nama Penyedia layanan Internet: 

• EMAXX TELECOM http://www.emaxxtelecom.com
• Wicam http://www.wicam.com.kh/
• Cellcard (Mobitel)
• ClickNet http://www.clicknet.com.kh/
• Ezecom
• Metfone
• AngkorNet
• MekongNet
• Camintel
• Telecom Kamboja Camnet 







Anggota Kelompok : 

- Nadhia Utami (16113269) 

- Yohana Samaria (19113481) 




Referensi :



Sabtu, 14 Januari 2017

Postest COBIT



Tools untuk melakukan audit TI (Teknologi Informasi), yaitu :

1. ACL (Audit Command Language)
Merupakan perangkat lunak dalam pelaksanaan audit yang di design khusus untuk melakukan analisa data elektronik suatu perusahaan dan membantu menyiapkan laporan audit secara mudah dan interaktif. ACL dapat digunakan untuk user biasa atau yang sudah ahli.


2. Picalo

Picalo adalah perangkat lunak yang dapat digunakan untuk melakukan analisa data yang dihasilkan dari berbagai sumber. Picalo dikemas dengan GUI (Graphis User Interface) yang mudah digunakan, dan dapat berjalan di berbagai sistem operasi.


3. Metasploit

loit merupakan perangkat lunak yang dapat membanttu keamanan dan sifat profesionalisme teknologi informasi seperti melakukan identifikasi masalah keamanan, verifikasi kerentanan, dapat melakukan scanning aplikasi website, dan rekayasa sosial.


4. NMap (Network Mapper)

NMap bersifat open source yang digunakan untuk audit dalam hal keamanan. Sistem dan administrator menggunakan perangkat lunak ini sebagai persediaan jaringan, mengelola jadwal layanan untuk upgrade, jenis firewall apa yang sedang digunakan, dan lain-lain. NMap berjalan pada semua sistem operasi dan paket biner seperti Linux, serta dapat melakukan transfer data secara fleksibel.


5. Wireshark

Wireshark adalah jaringan terkemuka pada analyzer protocol. Perangkat ini dapat membantu dalam melakukan penangkapan dan interaksi dalam penelusuran lalu lintas yang berjalan pada jaringan komputer.

Pretest COBIT



COBIT (Control Ojective for Information and Related Technology)

COBIT merupakan kerangka panduan tata kelola TI dan atau bisa juga disebut sebagai toolset pendukung yang bisa digunakan untuk menjembatani gap antara kebutuhan dan bagaimana teknis pelaksanaan pemenuhan kebutuhan tersebut dalam suatu organisasi. COBIT memungkinkan pengembangan kebijakan yang jelas dan sangat baik digunakan untuk IT kontrol seluruh organisasi, membantu meningkatkan kualitas dan nilai serta menyederhanakan pelaksanaan alur proses sebuah organisasi dari sisi penerapan IT. 

Cobit berorientasi proses, dimana secara praktis Cobit dijadikan suatu standar panduan untuk membantu mengelola suatu organisasi mencapai tujuannya dengan memanfaatkan IT. Cobit memberikan panduan kerangka kerja yang bisa mengendalikan semua kegiatan organisasi secara detail dan jelas sehingga dapat membantu memudahkan pengambilan keputusan di level top dalam organisasi.

COBIT digunakan secara umum oleh mereka yang memiliki tanggung jawab utama dalam alur proses organisasi, mereka yang organisasinya sangat bergantung pada kualitas, kehandalan dan penguasaan teknologi informasi.


Cobit memiliki 4 Cakupan Domain :

1. Perencanaan dan Organisasi (Plan and Organise)
Domain ini mencakup strategi dan taktik yang menyangkut identifikasi tentang bagaimana TI dapat memberikan kontribusi terbaik dalam pencapaian tujuan bisnis organisasi sehingga terbentuk sebuah organisasi yang baik dengan infrastruktur teknologi yang baik pula.

2. Pengadaan dan Implementasi (Acquire and Implement)
Untuk mewujudkan strategi TI, solusi TI perlu diidentifikasi, dibangun atau diperoleh dan kemudian diimplementasikan dan diintegrasikan dalam proses bisnis.

3. Pengantaran dan Dukungan (Deliver and Support)
Domain ini berhubungan dengan penyampaian layanan yang diinginkan, yang terdiri dari operasi pada security dan aspek kesinambungan bisnis sampai dengan pengadaan training.

4. Pengawasan dan Evaluasi (Monitor and Evaluate)
Semua proses TI perlu dinilai secara teratur dan berkala bagaimana kualitas dan kesesuaiannya dengan kebutuhan kontrol.

Selasa, 03 Januari 2017

Postest Kendali dan Audit Sistem Informasi



Pengendalian TI didefinisikan sebagai suatu pernyataan hasil yang diinginkan atau maksud yang dicapai oleh prosedur pengendalian implementasi dalam kegiatan TI khusus. 
Terdapat 15 area pengendalian, yaitu :

1. Integritas Sistem 

a. Ketersediaan dan kesinambungan sistem komputer untuk user 

b. Kelengkapan, Keakuratan, Otorisasi, serta proses yg auditable 

c. Persetujuan dari user atas kinerja sistem yang di inginkan

d. Preventive maintenance agreements untuk seluruh perlengkapan 

e. Kesesuaian kinerja antara S/W dan jaringan dengan yang diharapkan 

f. Serta adanya program yang disusun untuk operasi secara menyeluruh



2. Manajemen Sumber Daya (Perencanaan Kapasitas) 

a. Faktor-faktor yang melengkapi integritas sistem 

b. Yaitu meyakini kelangsungan (ongoing) H/W, S/W, SO, S/W aplikasi, dan komunikasi jaringan komputer, telah di pantau dan dikelola pada kinerja yang maksimal namun tetap dengan biaya yang wajar. 

c. Hal-hal tersebut di dokumentasikan secara formal, demi proses yang berkesinambungan



3. Pengendalian Perubahan S/W Aplikasi dan S/W sistem 

a. Menentukan adanya keterlibatan dan persetujuan user dalam hal adanya perubahan terhadap s/w aplikasi dan s/w sistem 

b. Setiap pengembangan dan perbaikan aplikasi harus melalui proses formal dan di dokumentasikan serta telah melalui tahapan-tahapan pengembangan sistem yang dibakukan dan disetujui.



4. Backup dan Recovery 

a. Demi kelangsungan usaha, harus tersedia data processing disaster recovery planning (rencana pemulihan data dan pusat sistem informasi apabila terjadi kehancuran)

b. Baik berupa backup dan pemulihan normal, maupun rencana contingency untuk kerusakan pusat SI (lokasi gedung, peralatanya, SDM-nya maupun manualnya).



5. Contigency Planning 

a. Perencanaan yang komprehenshif di dalam mengantisipasi terjadinya ancaman 

b. terhadap fasilitas pemrosesan SI 

c. Dimana sebagian besar komponen utama dari disaster recovery plan telah dirumuskan dengan jelas, telah di koordinasikan dan disetujui, seperti critical application systems, identifikasi peralatan dan fasilitas penunjang H/W, sistem S/W dan sebagainya.



6. System S/W Support 

a. Pengukuran pengendalian dalam pengembangan, penggunaan, dan pemeliharaan dari S/W SO, biasanya lebih canggih dan lebih cepat perputarannya dibandingkan dengan S/W aplikasiDengan ketergantungan yang lebih besar kepada staf teknik untuk integritas fungsionalnya

b. Pengukuran kendali pengamanan aplikasi individu maupun pengamanan logika sistem secara menyeluruh (systemwide logical security).



7. Dokumentasi

a. Integritas dan ketersediaan dokumen operasi, pengembangan aplikasi, user dan S/W sistem 

b. Diantaranya dokumentasi program dan sistem, buku pedoman operasi dan schedule operasi

c. Untuk setiap aplikasi sebaiknya tersedia dokumentasi untuk tiap jenjang user.



8. Pelatihan atau Training 

a. Adanya penjenjagan berdasarkan kemampuan untuk seluruh lapisan manajemen dan staf, dalam hal penguasaannya atas aplikasi-aplikasi dan kemampuan teknisnya 

b. Serta rencana pelatihan yang berkesinambungan



9. Administrasi 

a. Struktur organisasi dan bagannya, rencana strategis, tanggungjawab fungsional, job description, sejalan dengan metoda job accounting dan/atau charge out yang digunakan

b. Termasuk didalamnya pengukuran atas proses pengadaan dan persetujuan untuk semua sumber daya SI.



10. Pengendalian Lingkungan dan Keamanan Fisik 

a. Listrik, peyejuk udara, penerang ruangan, pengaturan kelembaban, serta kendali akses ke sumber daya informasi 

b. Pencegahan kebakaran, ketersediaan sumber listrik cadangan

c. Juga pengendalian dan backup sarana telekomunikasi



11. Operasi

a. Diprogram untuk merespon permintaan/keperluan SO

b. Review atas kelompok SO berdasarkan job schedulling, review yang terus-menerus terhadap operator, retensi terhadap console log message, dokumentasi untuk run/restore/backup atas seluruh aplikasi 

c. Daftar personel, dan nomor telepon yang harus dihubungi jika muncul masalah SO, penerapan sistem sift dan rotasi serta pengambilan cuti untuk setiap operator.



12. Telekomunikasi

a. Review terhadap logical and physical access controls

b. Metodologi pengacakan (encryption) terhadap aplikasi electronic data interchange (EDI)

c. Adanya supervisi yang berkesinambungan terhadap jaringan komputer dan komitmen untuk ketersediaan jaringan tersebut dan juga redundansi saluran telekomunikasi.



13. Program Libraries 

a. Terdapat pemisahan dan prosedur pengendalian formal untuk application source code dan compiled production program code dengan yang disimpan di application test libraries development

b. Terdapat review atas prosedur quality assurance.



14. Application Support (SDLC)

a. Bahwa proses tetap dapat berlangsung walaupun terjadi kegagalan sistem 

b. Sejalan dengan kesinambungan proses untuk inisiasi sistem baru, manajemen 

c. proyek, proses pengujian yang menyeluruh antara user dan staf SI 

d. Adanya review baik formal maupun informal terhadap tingkat kepuasan atas SDLC yang digunakan.



15. Pengendalian Mikrokomputer

a. Pembatasan yang ketat dalam pengadaan, pengembangan aplikasi, dokumentasi atas aplikasi produksi maupun aplikasi dengan misi yang kritis, sekuriti logika, dan fisik terhadap microcomputer yang dimiliki

b. Serta pembuatan daftar inventaris atas H/W, S/W, serta legalitas dari S/W untuk menghindari tuntutan pelanggaran hak cipta.

Pretest Kendali dan Audit Sistem Informasi


Pengendalian internal telah mengalami perubahan dari konsep 'ketersediaan pengendalian' ke konsep 'proses pencapaian tujuan'. Maksud dari konsep ‘Proses Pencapaian Tujuan’ adalah dengan konsep baru tersebut disadari bahwa intelektualitas tidak lagi terletak pada pucuk pimpinan, tetapi terletak dilapisan bawah. Mereka yang dekat dengan konsumenlah yang paling mengerti dengan kebutuhan pasar. Pengorganisasian yang paling tepat untuk kondisi seperti ini adalah seperti pengorganisasian orkes simponi. Organisasi ini sepenuhnya akan digerakan oleh dinamika para pekerja (ujung tombak) sesuai spesialisai masing-masing. Untuk menjaga kekompakan agar terjadi irama yg serasi dibutuhkan seorang manajer yg berfungsi sbg konduktor. Manajer tersebut tdk lg hrs memiliki pengetahuan teknis seperti yg dimiliki pemain orkesnya, tetapi yg diperlukan hanya seorang yg mampu mengatur tempo dan menguasai tingkatan nada.